INFLASI DAN DEFLASI
1. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah suatu keadaan dimana terjadi proses kenaikan harga-harga barang umum secara terus- menerus dalam kurun waktu tertentu. Atau merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan nilai uang. Sedangkan deflasi merupakan kejadian sebaliknya, dimana dalam perekonomian terjadi proses penurunan harga atas barang-barang umum secar terus-menerus dalam kurun waktu tertentu.
2. Sebab-sebab Timbulnya Inflasi dan Deflasi
Inflasi selalu berhubungan dengan nilai mata uang. Dalam keadaan inflasi nilai riil mata uang akan mengalami penurunan dan sebaliknya dalam keadaan deflasi nilai riil mata uang mengalami kenaikan. Menurut rumus Irving Fisher, yang menyebabkan perubahan nilai mata uang dikelompokan menjadi tiga faktor, yaitu : M,V dan T. Faktor M dan V adalah faktor moneter sedang faktor T adalah faktor perdagangan barang-barang. Turunnya nilai uang atau inflasi disebabkan oleh naiknya M dan V, atau keadaan tidak adanya keseimbangan antara M, V dan T. Berdasarkan pertimbangan tiga faktor tersebit diatas maka secara garis besar terdapat tiga sektor yang dapat menimbulkan inflasi dan deflasi.
a. Sektor impor dan ekspor
Jika ekspor dari suatu negara lebih besar dari pada impor maka akan terjadi tambahan inflasi. Ini disebabkan devisa yang diperoleh oleh para eksportir oleh pemerintah dibayar dengan mata uang Rupiah (M bertambah), sedang devisa itu sendiri menjadi milik pemerintah. Kejadian sebaliknya menimbulkan deflasi.
b. Sektor saving dan investasi
Apabila investasi suatu negara lebih besar daripada saving maka akan terjadi tekanan inflasi. Sebab apabila investasi lebih besar dari saving maka kekurangannya terpaksa dibayar dengan tambahan uang, akibatnya M naik. Apabila saving lebih besar dari pada investasi, maka akan terjadi deflasi.
c. Sektor anggaran belanja negara
Bila neraca anggaran belanja negar selalu mengalami defisit (pengeluaran lebih besar dari peneriamaan) maka untuk menutupi defisit tersebut biasanya diadakan percetakan uang baru, ini berarti ada tambahan M dalam masyarakat.
3. Macam-macam Inflasi
Penggolongan pertama, didasarkan atas ‘parah’ tidaknya inflasi tersebut. Disini dibedakan
antara lain :
a) Inflasi ringan (dibawah 10 % setahun),
b) Inflasi sedang (antara 10 % -< 30 % setahun),
c) Inflasi berat (antara 30 % – 100 % setahun),
d) Hiper-inflasi (diatas 100 % setahun).
antara lain :
a) Inflasi ringan (dibawah 10 % setahun),
b) Inflasi sedang (antara 10 % -< 30 % setahun),
c) Inflasi berat (antara 30 % – 100 % setahun),
d) Hiper-inflasi (diatas 100 % setahun).
Penggolongan kedua, adalah atas dasar sebeb-sebeb awal dari inflasi antara lain :
a) Demand full inflation, yaitu inflasi yang ditimbulkan karena permintaan total masyarakat akan berbagai barang tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan tingkat out-put pada full employment.
b) Cost push inflation, yaitu inflasi yang diakibatkan oleg adanya kenaikan ongkos0ongkos perusahan atan naiknya harga-harga faktor-faktor produksi. Kalau inflasi disebabkan oleh kenaikan upah tenaga kerja disebutwages inflation. Seandainya kenaikan harga faktor produksi ini terjadi berulang-ulang akan mengakibatkan terjadinya spiral inflation.
a) Demand full inflation, yaitu inflasi yang ditimbulkan karena permintaan total masyarakat akan berbagai barang tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan tingkat out-put pada full employment.
b) Cost push inflation, yaitu inflasi yang diakibatkan oleg adanya kenaikan ongkos0ongkos perusahan atan naiknya harga-harga faktor-faktor produksi. Kalau inflasi disebabkan oleh kenaikan upah tenaga kerja disebutwages inflation. Seandainya kenaikan harga faktor produksi ini terjadi berulang-ulang akan mengakibatkan terjadinya spiral inflation.
c) Bottleneck inflation,ialah inflasi yang disebabkan oleh berubahnya struktur pemerintahan yang lebih cepat daripada pergeseran-pergeseran didalam peredaran barang (distribusi barang).
Penggolongan ketiga, adalah atas dasar asal inflasi, yaitu :
a) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation ) misalnya ; ditimbulkan oleh defisit anggaran belanja yang dibiyai dengan pencetakan uang baru, panenan gagal, dan sebagainya.
b) Inflasi yang berasal dari luar negari ( imported inflation ), misalnya ditimbulkan oleh kenaikan harga-harga barang import dari luar negeri.
a) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation ) misalnya ; ditimbulkan oleh defisit anggaran belanja yang dibiyai dengan pencetakan uang baru, panenan gagal, dan sebagainya.
b) Inflasi yang berasal dari luar negari ( imported inflation ), misalnya ditimbulkan oleh kenaikan harga-harga barang import dari luar negeri.
4. Cara-cara Mengatasi Inflasi
a. Melalui kebijakan moneter. Kebijakan ini dilakukan oleh bank sentral dengan cara :
1) Politik diskomo ( menaikkan suku bungan tabungan dan kredit agar masyarakat
tertarik menabung an menggurangi kredit ).
2) Politik pasar terbuka ( menurunkan tingkat bungan obligasi ( Sertifikat Bank
1) Politik diskomo ( menaikkan suku bungan tabungan dan kredit agar masyarakat
tertarik menabung an menggurangi kredit ).
2) Politik pasar terbuka ( menurunkan tingkat bungan obligasi ( Sertifikat Bank
Indonesia / SBI agar masyarakat tertarik membeli ).
3) Menaikkan cash ratio bank-bank kredit ( pembatasan jumlah kredit bank ).
3) Menaikkan cash ratio bank-bank kredit ( pembatasan jumlah kredit bank ).
b. Melalui kebijaksaan fiskal ( dilakukan oleh pemerintah ) dengan cara :
1) Penurunan pengeluaran pemerintah ( untuk pekerjaan umum ).
2) Menaikkan pajak-pajak.
3) Mengadakan pinjaman-pinjaman pemerintah, misalnya dengan membekukan
simpanan masyarakat di bank untuk jangka waktu tertentu, mengurangi nilai uang
oleh pemerintah ( pernah dilakukan Indonesia ‘Gunting Syafrudin’ tahun 1959 ).
1) Penurunan pengeluaran pemerintah ( untuk pekerjaan umum ).
2) Menaikkan pajak-pajak.
3) Mengadakan pinjaman-pinjaman pemerintah, misalnya dengan membekukan
simpanan masyarakat di bank untuk jangka waktu tertentu, mengurangi nilai uang
oleh pemerintah ( pernah dilakukan Indonesia ‘Gunting Syafrudin’ tahun 1959 ).
c. Melalui kebijaksanaan non-moneter (kebijaksanaan sektor riil ) dengan cara-cara
sebagai berikut :
1) Menaikkan hasil-hasil produksi.
2) Kebijaksanaan upah.
3) Pengawasan harga dan distribusi barang-barang
sebagai berikut :
1) Menaikkan hasil-hasil produksi.
2) Kebijaksanaan upah.
3) Pengawasan harga dan distribusi barang-barang
DEPRESIASI
• Penyusutan atau penurunan nilai asset bersamaan dengan berlalunya waktu
• Aset yang terkena depresiasi hanya fixed asset (asset tetap) yang pada umumnya bersifat fisik
• Seperti bangunan, mesin/ peralatan, armada, dll
• Aset yang terkena depresiasi hanya fixed asset (asset tetap) yang pada umumnya bersifat fisik
• Seperti bangunan, mesin/ peralatan, armada, dll
Depresiasi dapat dibedakan menjadai beberapa sebab sebagai berikut:
1. Penyusutan fisik (Deterioration)
Penyusutan yang disebabkan oleh berkurangnya kemampuan fisik (performance) dari suatu aset untuk menghasilkan produksi karena kemerosotan dan keausan. Mengakibatkan biaya operasional dan perawatan meningkat, sedangkan kemampuan produksi menurun.
1. Penyusutan fisik (Deterioration)
Penyusutan yang disebabkan oleh berkurangnya kemampuan fisik (performance) dari suatu aset untuk menghasilkan produksi karena kemerosotan dan keausan. Mengakibatkan biaya operasional dan perawatan meningkat, sedangkan kemampuan produksi menurun.
2. Penyusutan Fungsional (Obsolescence)
Penyusutan dan penurunan karena kekunoan/ usang. Bentuk ini lebih sulit ditentukan, karena penurunan nilai disebabkan berkurangnya permintaan, tugas, atau fungsinya sebagaimana rencana semula. Pengurangan ini bisa disebabkan antara lain: pergantian mode, pusat-pusat kependudukan berpindah, munculnya mesin/ alat yang lebih efisien, pasar telah jenuh, atau sebaliknya dengan meningkatnya permintaan produk perlu mengganti mesin dengan kapasitas yang lebih besar karena mesin lama dianggap tidak cukup lagi (inadequate)
Penyusutan dan penurunan karena kekunoan/ usang. Bentuk ini lebih sulit ditentukan, karena penurunan nilai disebabkan berkurangnya permintaan, tugas, atau fungsinya sebagaimana rencana semula. Pengurangan ini bisa disebabkan antara lain: pergantian mode, pusat-pusat kependudukan berpindah, munculnya mesin/ alat yang lebih efisien, pasar telah jenuh, atau sebaliknya dengan meningkatnya permintaan produk perlu mengganti mesin dengan kapasitas yang lebih besar karena mesin lama dianggap tidak cukup lagi (inadequate)
Tujuan Depresiasi :
Secara umum ada beberapa alasan dilakukannya perhitungan depresiasi
ini, yaitu:
1. Untuk menyediakan dana pengembalian modal yang telah
diinvestasikan dalam kekayaan fisik, dana ini sifatnya sebagai saving untuk menjamin kontinuitas/ keberlanjutan usaha bila mesin habis masa pakainya dan perlu diganti dengan yang baru. Secara teoritis dana depresiasi yang telah disimpan sebelumnya dapat dibayarkan untuk pembelian mesin baru
ini, yaitu:
1. Untuk menyediakan dana pengembalian modal yang telah
diinvestasikan dalam kekayaan fisik, dana ini sifatnya sebagai saving untuk menjamin kontinuitas/ keberlanjutan usaha bila mesin habis masa pakainya dan perlu diganti dengan yang baru. Secara teoritis dana depresiasi yang telah disimpan sebelumnya dapat dibayarkan untuk pembelian mesin baru
2. Untuk memungkinkan adanya biaya penyusutan yang dibebankan pada biaya produksi atau jasa yang dihasilkan dari penggunaan asetaset
3. Sebagai dasar pengurangan pembayaran pajak-pajak pendapat/ usaha yang harus dibayarkan.
Metode Depresiasi :
1. Straight Line Depreciation (SLD)/ Depresiasi Garis Lurus
Metode SLD ini adalah metode yang paling sederhana dan yang paling sering dipakai dalam perhitungan depresiasi aset, karena metode ini relatif sederhana. Metode ini pada dasarnya memberikan hasil perhitungan depresiasi yang sama setiap tahun selama umur perhitungan aset. Maka setiap nilai nuku aset setiap akhir tahun jika dibuatkan grafik akan membentuk garis lurus.
SLDt = (1/N) (𝐼 − 𝑆)
Dimana:
SLD : Jumlah depresiasi per tahun
I : Investasi (nilai aset awal)
n : Lamanya aset akan didepresiasi
S : Nilai sisa aset akhir umur produktif
I : Investasi (nilai aset awal)
n : Lamanya aset akan didepresiasi
S : Nilai sisa aset akhir umur produktif
Jumlah aset yang telah didepresiasi selama t tahun adalah:
Sigmma 𝐷𝑒𝑝𝑡 = (t/N) (𝐼 − 𝑆)
Sigmma 𝐷𝑒𝑝𝑡 = (t/N) (𝐼 − 𝑆)
Nilai buku (book value) tiap akhir t tahun depresiasi adalah:
𝐵𝑉𝑡 = 𝐼 − Sigmma 𝐷𝑒𝑝𝑡 = 𝐼 −(𝑡/𝑁) (𝐼 − 𝑆)
𝐵𝑉𝑡 = 𝐼 − Sigmma 𝐷𝑒𝑝𝑡 = 𝐼 −(𝑡/𝑁) (𝐼 − 𝑆)
CONTOH:
Sebuah perusahaan angkutan mempunyai beberapa buah truk dengan harga Rp180 juta/ buah. Berdasarkan pengalaman truk-truk yang sama mempunyai umur produktif selama 5 tahun dan setelah itu truk dapat dijual seharga 60 juta. Hitunglah besarnya depresiasi yang harus
dikeluarkan tiap tahun, jumlah depresiasi selama 3 tahun dan nilai buku pada akhir tahun ketiga tersebut jika metode depresiasi yang diterapkan adalah SLD.
Sebuah perusahaan angkutan mempunyai beberapa buah truk dengan harga Rp180 juta/ buah. Berdasarkan pengalaman truk-truk yang sama mempunyai umur produktif selama 5 tahun dan setelah itu truk dapat dijual seharga 60 juta. Hitunglah besarnya depresiasi yang harus
dikeluarkan tiap tahun, jumlah depresiasi selama 3 tahun dan nilai buku pada akhir tahun ketiga tersebut jika metode depresiasi yang diterapkan adalah SLD.
Penyelesaian:
Depresiasi per tahunan adalah:
SLD = (1/𝑁) (𝐼 − 𝑆)
SLD = (1/5) (180 − 60)
SLD = Rp 24 juta/ tahun
Penyelesaian:Jumlah Depresiasi yang dibayarkan selama 3 tahun adalah:
Sigmma 𝐷𝑒𝑝𝑡 = (𝑡/N) (𝐼 − 𝑆)
Sigmma 𝐷𝑒𝑝𝑡 = (𝑡/N) (𝐼 − 𝑆)
Sigmma 𝐷𝑒𝑝3 = (3/5) (180 − 60)
Sigmma 𝐷𝑒𝑝3 = Rp 72 juta
Sigmma 𝐷𝑒𝑝3 = Rp 72 juta
Nilai buku pada tahun ketiga adalah:
BV1 = I-SigmmaDep1
BV3 = 180-72
BV3 = Rp 108 juta
BV1 = I-SigmmaDep1
BV3 = 180-72
BV3 = Rp 108 juta
2. Sum of Year Digits Depreciation (SOYD)
• Metode ini memiliki pola pembayaran depresiasi yang tidak sama setiap tahunnya,
• Yaitu didasarkan pada bobot digit dari tahun pemakaian
• Pada tahun-tahun awal depresiasi yang dikeluarkan lebih besar dari tahun berikutnya, dimana penurunannya merupakan fungsi dari berkurangnya umur aset tersebut
• Penggunaan depresiasi ini biasanya dikenakan pada aset yang mempunyai pola perilaku keuntungan yang besar pada awal investasi dan mengecil sesuai dengan perjalanan umur investasi
• Metode ini sering juga digunakan dalam rangka mengantisipasi/ pengamanan cash flow masa depan yang berisiko tinggi, sehingga kemungkinan terjadinya biaya pengembalian modal dapat dikurangi.
• Yaitu didasarkan pada bobot digit dari tahun pemakaian
• Pada tahun-tahun awal depresiasi yang dikeluarkan lebih besar dari tahun berikutnya, dimana penurunannya merupakan fungsi dari berkurangnya umur aset tersebut
• Penggunaan depresiasi ini biasanya dikenakan pada aset yang mempunyai pola perilaku keuntungan yang besar pada awal investasi dan mengecil sesuai dengan perjalanan umur investasi
• Metode ini sering juga digunakan dalam rangka mengantisipasi/ pengamanan cash flow masa depan yang berisiko tinggi, sehingga kemungkinan terjadinya biaya pengembalian modal dapat dikurangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar